Kamis, 15 Januari 2015

KURANGNYA PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI YANG MENYEBABKAN GIZI BURUK

Ilmu atau ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan memanfaatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan manusia. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari segala keterbatasannya. Teknologi adalah sebuah totalitas metode yang dicapai secara rasional dan mempunyai efisiensi untuk memberikan tingkat perkembangan dalam setiap bidang aktivitas manusia. Kemiskinan lazimnya dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok.

Lantas apa kaitannya antara ilmu pengetahuan, teknologi, dan kemiskinan ? kemiskinan adalah salah satu perang yang dihadapi oleh bangsa-bangsa didunia. Berbagai macam cara diupayakan agar tidak ada lagi kemiskinan. Dengan adanya ilmu pengetahuan ekonomi yang mempelajari tentang perekonomian dan teknologi maka diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan mengenai kemuiskinann yang terjadi hampir di setiap negara. Kasus ::
Lebih dari 80 persen kasus gizi buruk berkaitan dengan kemiskinan, ketidakmampuan keluarga, dan faktor lain seperti keadaan lingkungan yang jelek, penyediaan air bersih yang kurang, tingkat pemdidikan, dan pengetahuan orang tua yang relatif rendah.

Hal ini terlihat bahwa sejak krisis terjadi tahun 1997, keadaan gizi kurang hanya 17,68 persen, gizi buruk 0,52 persen, dan tahun 1998 menunjukkan lonjakan tinggi, yakni gizi kurang meningkat 7,07 persen menjadi 24,76 persen dan gizi buruk meningkat 1,34 persen menjadi 1,86 persen.
Dengan melihat kondisi itu, upaya pengentasan kasus gizi buruk harus dilakukan dengan penanganan yang lebih komprehensif dengan meningkatkan keterpaduan dan sinkronisasi dari sektor terkait. Keadaan kasus gizi buruk yang terjadi di Jateng pada tahun 2003 menunjukkan penurunan sebesar 0,55 persen dari 1,86 persen (1998) menjadi 1,31 persen. Perubahan yang terjadi pada kasus gizi buruk dari tahun ke tahun memang tidak sedrastis pada gizi kurang, meskipun demikian fluktuasinya menunjukkan kecenderungan yang terus menurun. Perkembangan keadaan status gizi masyarakat di jateng berangsur-angsur menunjukkan adanya perubahan yang mengarah pada keadaan lebih baik. Kondisi ini terlihat pada tahun 2003 yang status gizinya kurang sudah turun sebesar 12 persen dari sebanyak 24,76 persen menjadi 12,76 persen. Prevalensi gizi kurang khususnya pada balita yang dipantau melalui kegiatan pemantauan status gizi (PSG) pos pelayanan terpadu (posyandu) yang dilakukan secara rutin setiap tahun sekali menunjukkan penurunan signifikan. Solusi ::Solusi dalam penyelesaian kemiskinan seperti contoh kasus diatas dapat diatasi apabila pengetahuan masyarakat tentang gizi lebih baik. Dan teknologi dalam penyelesaian kasus gaizi buruk ini dapat terealisasi.

Refrensi:
http://mhoel.blogspot.com/2010/11/kemiskinan-gizi-akibat-kurang.html?m=1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar